Sunday, December 6, 2020

KALI APUR (My True Story)

Penulis: Kak Listari


KALI APUR begitu penduduk di desaku menyebut sungai yang melintas di kampung halamanku. Sungai yang menyimpan berjuta kenangan pada masa kecilku, saat ini hampir tidak dikunjungi siapapun. Sungai ini dulu memamng bersih dan indah. Ketika musim kemarau, air yang mengalir sangat jernih. Pada masa-masa begini kami anak-anak dan para remaja bahkan orang dewasa, banyak yang sibuk ambil pasir untuk menguruk jalan kampung. Yach benar, tokoh dukuh bersama warga sering membagi jalan untuk diuruk dengan pasir. Saat itu memang belum ada katel atau sebangsanya. Jalan sepanjang kampung dibagi sesuai jumlah KK yang ada. Cukup ditandai dengan sepotong kayu bambu yang diberi nama. Sangat jelas ingatanku, bahwa keluarga ayahku dapat bagian nomer dua dari ujung utara. Setiap pulang sekolah aku sering bantu kakak-kakakku untuk ambil pasit di sungai. Aku hanya kuat dengan membawa tompo atau bojok. Itupun sudah terasa berat di tubuhku yang mungil.Alhasil, jalan bagian keluargaku selesai lebih cepat, kenapa hayo? Jawabnya, karena kakakku laki-laki semua. Alhamdulillah aku diciptakan Allah memang anak tercantik di keluargaku, dari 8 bersaudara, aku yang paling cantik. Karena ketujuh saudaraku laki-laki semua. Melalui sungai jalan kampungku jadi tidak becek.

Hal yang sangat aku sukai lagi jika air sungai sedang tidak dalam, yaitu GOGO (mencari ikan pakai tangan). Seperti saya ceritakan di atas, kakakku laki-laki semua. Tak heran kalau mereka suka gogo. Karena mereka panutan bagiku, aku sering ikut cebur sungai dan Gogo. Udang kecil, wader jathul, wader, sepat sering kutangkap. Pernah suatu saat tanganku mencoba masuk ke lobang (Leng), eee di dalam lobang ada yang berontak, kaget campur takut aku tarik tanganku, ternyata ada ikan lumayan besar yang lompat. Pingin nangis tapi malu. Eman-eman, tapi ya sudahlah belum rejeki. Sering juga tanganku masuk lobang, eee yang ada kepiting (yuyu).


Lain lagi ceritanya jika air pasang, orang bilang SOSOK NGGAWAN, artinya Bengawan Solo (Nggawan) sedang meluap sehingga air yang dari sungai tidak bisa mengalir di Bengawan Solo, Dar air terkunci (sogok). Saat-saat seperti ini sering saya tunggu, karena airnya bening, seru kalau dipakai BLURON (renang yang gak tahu waktu), saat bluron inilah, kami sebaya sering lomba SLURUP (menenggelamkan diri di dalam air). Sering juga kita CIBLON (membuat musik di air dengan tangan). Yang tak kalah menariknya, aku dan kawan-kawan sering membuat pelampung dari jarit ibu kami. Jarit di basahi, digelembungkan, dan dipakai renang. Kakak-kakakku memang kreatif, kalau sudah musim begini, mereka sering membuat GETHEK (perahu yang dibuat dari batang pisang). Dan aku sering ikut mengapung di atas gethek berjam-jam. Bermain sambil mencari ranting-ranting kayu di kanan kiri sungai.

Lain lagi kalau air datang dari hulu, deras dan keruh. Aku juga heran dengan diriku sendiri, kok berani melakukan hal sekonyol itu. Apa hayoo? Aku sering jalan ke arah hulu, lumayan jaraknya, antara 100 sd 200 meter. Di arah hulu aku turun ke sungai, dan dengan nekat, aku ikut arus sungai dan berakhir di tempat asal. Yach itulah kenyataan yang bisa emmbuat aku bisa renang.

The second true story. 04-12-20

2 comments:

PENGERTIAN DAN SYARAT PRAMUKA PENGGALANG GARUDA

Penulis : Admin blog Salam Pramuka! Kakak-kakak yang berbahagia, hari ini kami akan bercerita tentang Pramuka Penggalang Garuda. Apa pengert...